Kajian Ilmiah Suami Bantai Anak-Isteri di Depok

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Mereka menyebut, ada tiga teori sebagai penyebab DV suami terhadap isteri.
1) Teori feminis. Bahwa kekerasan suami terhadap istri, berhubungan langsung dengan organisasi masyarakat yang patriarki. Tercermin dalam pola perilaku dan sikap terhadap perempuan.
Teori feminis adalah pandangan aktivis feminis terkait diskriminasi gender pria-wanita dalam kehidupan masyarakat. Bahwa pria pemimpin wanita. Mendominasi wanita.
Maka, KDRT dipandang pria sebagai ekspresi kekuatan sosial yang dianggap sebagai cara laki-laki mengontrol pasangan perempuannya. Dalam masyarakat jenis patriaki, cara laki-laki dianggap macho. Dihormati warga.
Contoh, ada anekdot bersifat ledekan: Ikatan Suami Takut Isteri. Itu ciptaan pria. Tujuannya meledek suami yang bersikap menurut ke isteri. Dan, itu dianggap tidak macho. Alhasil, para suami berontak terhadap stereotipe ini. Terjadilah KDRT.
2) Teori konflik. Keluarga dan masyarakat adalah tempat konflik antara anggota. Karena kepentingan manusia berbeda-beda.
Di dalam keluarga, kepentingan suami-isteri-anak, berbeda-beda. Semua berharap kepentingan mereka masing-masing paling utama. Harus terpenuhi. Maka, harus ada toleransi. Mengalah.
Di dalam masyarakat, apalagi. Jika tidak ada toleransi bagi anggota masyarakat, maka konflik. Meledak jadi perang.
Contoh, antar saudara kandung. Selalu terjadi cemburu dalam menerima pemberian ortu. Anak yang satu diberi sesuatu, yang lain iri. Kalau semua anak diberi, merata, diam-diam, anak-anak mengaudit. "Aku anak sulung, kok diberi yang sama dengan adik."
Suami menuntut isteri selalu siap (dalam Bahasa Jawa): Masak, macak, manak. Memasak makanan sehari-hari, bersolek menyenangkan suami, dan melayani hubungan seks suami.
Sebaliknya, istri juga punya standar tuntutan ke suami. Yang, kalau tidak ada toleransi antar individu, terjadilah konflik. Berkembang jadi KDRT.
3) Teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory). Pola interaksi keluarga dan masyarakat, mendorong individu melakukan kekerasan. Semua individu, sejak masih anak-anak, berinteraksi dengan orang di sekitar. Di situlah ia belajar hidup.
KDRT suami terhadap istri, diketahui anak-anak. Bukan hanya anak di dalam keluarga yang KDRT, melainkan juga anak-anak tetangga. Mereka tahu dari cerita mulut ke mulut.
Lalu, anak-anak menganalisis reaksi orang terhadap peristiwa KDRT. Jika pendapat orang membenarkan tindakan suami pelaku KDRT, otomatis terekam dalam memori otak anak.
Kelak, anak laki bakal jadi pelaku KDRT juga. Cara laki. Sedangkan, anak perempuan menganggap, bahwa hidup memang begitu. Pemegang kendali memang laki-laki. Ini tipologi patriaki. Teori pembelajaran sosial (Violence against Wives).
Sumber: