Bertahan di Dolly sampai Pemilik Wisma Datang

Bertahan di Dolly sampai Pemilik Wisma Datang

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Jamaah yang hendak pulang berbaris. Santri cilik hingga ibu-ibu mengantre dengan tertib. Masing-masing dapat dua mi instan, snack, dan satu gelas es teh manis.

EKO - Santri JeHa mendapat mie instan dan segelas es teh selepas tarawih. (Foto: Eko Disway)

Setelah ruangan kosong, Lukman berdiri di ambang pintu. Beberapa santri masih jagongan di bangku semen di seberang pesantren. 

Di jendela kaca pesantren terpasang spanduk putih yang sudah usang. Terdapat kalimat harapan di spanduk itu: Ayo Berdoa Putat Jaya; Jarak, dan Dolly jadi bumi santri.’’

Pengurus JeHa yakin pasti ada jalan keluar. Kalau nantinya terpaksa pindah, JeHa akan berusaha mencari tempat lain di Gang Dolly. Ada banyak eks lokalisasi yang sudah dikuasai pemkot. Kalau JeHa bisa menyewanya, kelar sudah masalah.

Pesantren yang ada di Putat Jaya sudah berusia 13 tahun. Sementara Gedung Eks Wisma Putri Lestari yang disewa di Gang Dolly baru berdiri 3 tahun belakangan. Gedung itu disewa karena banyak santri yang berasal dari Gang Dolly. 

Kiai M. Nu’man, M. Roffi’uddin, dan M. Nasih sudah berkumpul di Putat Jaya Gang IV B. Mereka Tarawih di sana. Lukman mengatakan, para pendiri itu bisa menerangkan perjalanan JeHa dan keluarga pendirinya.

Nu’man duduk bersila di masjid milik Pesantren JeHa yang setengah jadi. Dua pekan sebelumnya kami sudah ke tempat ini. Sekarang sudah dikeramik dan bisa dipakai salat. Tapi, pintunya masih tertutup papan karena masih dalam tahap pembangunan. 

Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya itulah pencetus awal Pesantren JeHa. Ia yang membeli eks wisma di Putat Jaya pada 2007,  lalu membangunnya jadi pesantren setahun kemudian.

EKO - Jamaah sholat tarawih JeHa melantunkan salawat dan doa bersama. (Foto: Eko Disway)

Dialah yang bertaruh nyawa dan harta saat membangun pesantren poros prostitusi kota. Sudah jadi rahasia umum bahwa ada backing dari orang besar di balik “bisnis kelamin” di Dolly. Tak ada yang berani menyenggol sampai pesantren JeHa berdiri. 

“Santri pertama kami 30 orang,” kata Kiai Nu’man. Hari-hari pertama kegiatan mengaji berlangsung sangat canggung. Santri cilik harus mengaji dengan iringan lagu dangdut yang disetel dengan kuat. 
Sudah risiko. Pesantren terkepung rumah karaoke. Namun harus ada lilin pertama yang dinyalakan dalam gelap. Tak peduli seberapa kencang angin bertiup. (*)

Sumber: