Gubes ITS Kombinasikan EBT Untuk Daerah Terpencil
![Gubes ITS Kombinasikan EBT Untuk Daerah Terpencil](https://ameg.disway.id/uploads/Prof-Dr-Ir-Soedibyo-MMT-kanan-ketika-melakukan-pengujian-rangkaian-di-laboratorium-Departemen-Teknik-Elektro-ITS.jpeg)
A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
AMEG - Daerah terpencil di Indonesia masih belum 100 persen terjangkau jaringan listrik. Salah satu guru besar (gubes) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Ir Soedibyo MMT pun mengombinasikan rangkaian Energi Baru Terbarukan (EBT). Untuk meningkatkan efisiensi listrik pada daerah terpencil.
Menurutnya, beberapa daerah terpencil tidak bisa dialiri oleh jaringan listrik. Lantaran sulitt erjangkau. Sehingga diperlukan sumber listrik yang bisa didapatkan sumber energi lokal pada daerah setempat. Seperti energi matahari, energi angin atau lainnya. Sumber energi tersebut juga merupakan EBT yang ramah lingkungan.
Meski begitu, pemanfaatan EBT ternyata masih dinilai kurang efisien. Karena ketersediaannya tidak bisa konstan terus-menerus. Penggunaan di masyarakat juga tidak menentu.
“Seperti ketika mendung. Sumber energi matahari siang hari jadi terhambat,” ungkapnya.
Dengan latar belakang tersebut, gubes dari Departemen Teknik Elektro ini merangkai kombinasi sumber EBT, yaitu matahari, angin dan hidrogen. Supaya menghasilkan listrik yang konstan dan efisiensinya tinggi.
Soedibyo menyebutkan, beberapa komponen di dalam rangkaian tersebut. Antara lain: panel surya sebagai penghasil listrik dari sinar matahari, turbin angin penghasil listrik bertenaga angin, electrolyzer yang dapat mengubah air menjadi hidrogen, fuel cell yang bisa menghasilkan listrik dari hidrogen, penyimpan hidrogen dan pengubah arus listrik.
Lelaki 66 tahun ini menjelaskan. Prinsip kerja rangkaian ini: ketika listrik yang dihasilkan dari panel surya dan turbin angin lebih besar dari beban atau keperluan listrik masyarakat, maka kelebihan listrik akan digunakan oleh electrolyzer untuk menghasilkan hidrogen dari air.
Sedangkan ketika listrik yang dihasilkan dari panel surya dan turbin angin lebih kecil dari beban atau keperluan listrik masyarakat, maka kekurangan listrik tersebut akan dipenuhi dari fuel cell dengan mengubah hidrogen menjadi listrik.
“Namun ketika listrik yang dihasilkan dari panel surya dan turbin angin setimbang dengan beban atau keperluan listrik masyarakat, maka tidak ada listrik yang mengalir pada electrolyzer dan fuel cell,” ungkapnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sejak 1998, rangkaian tersebut memiliki efisiensi lebih baik 50 - 60 persen. Saat ini, rangkaian tersebut masih berupa prototipe dan sudah dilakukan pengujian dalam skala laboratorium.
Dalam penerapan rangkaian ini pada suatu daerah, ia membeberkan jika diperlukan beberapa data. Seperti intensitas cahaya matahari, potensi angin dan data calon pelanggan listrik. Selanjutnya akan diolah menggunakan perangkat lunak untuk menentukan jumlah panel surya, turbin angin, fuel cell, dan electrolyzer.
“Oleh karena itu, setiap daerah akan memiliki desain rangkaian yang berbeda-beda,” ungkapnya.
Ia berharap, pemanfaatan EBT ini, bisa meningkatkan pemakaian energi listrik ramah lingkungan. Meningkatkan angka elektrifikasi Indonesia sampai 100 persen. Baik di perkotaan, perdesaan bahkan sampai yang terpencil bisa mendapatkan listrik secara merata. (ekn)
Sumber: