Gemah Ripah
![Gemah Ripah](https://ameg.disway.id/uploads/Catatan-Kecil-Edy-Rumpoko.jpg)
A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
DALAM suatu kesempatan malam, saya jagongan dengan para sahabat. Ada 5 orang sahabat. Udara malam itu cukup dingin. Hembusan angin malam menusuk, meskipun kami semua memakai jaket tebal.
Jagongannya di sebuah bukit belahan barat kota. Dari bukit itu mata kita bisa melihat lepas gemerlapnya lampu-lampu Kota Wisata Batu (KWB).
Melihat pemandangan KWB dari atas bukit, ibarat hamparan permadani. Suguhan kopi, jagung bakar dan roti bakar, menjadikan jagongan semakin hangat.
Saya berdiskusi tentang KWB yang gemah ripah loh jinawi. Saya menegaskan dalam pikiran jagongan bagi warga KWB, kondisi alam gemah ripah loh jinawi, suatu hal yang biasa. Namun, bagi orang yang belum pernah datang ke KWB bahwa kondisi alam, hutan, kebun bunga, kebun buah, kebun sayur, budaya, agama, air yang melimpah, semua ini anugerah yang sangat luar biasa.
Alam yang dimiliki KWB ini, belum tentu semua ada di daerah lain. Kebun apel yang terbentang di hamparan tanah milik warga begitu luas dan pohon pinus, menambah ragam pesona alam.
Jagongan semakin gayeng setelah ada sahabat yang nyeletuk bertanya, apa peran pemerinah kota agar alam selalu tetap gemah ripah loh jinawi dan bisa dirasakan sampai ke anak cucu?
Udara di lokasi jagongan di Gunung Banyak semakin dingin, sampai embun basah nempel di kepala belum juga mendapatkan jawaban. Dinginnya udara semakin membuat sulit untuk menjawab pertanyaan itu.
Sampai larut malam dan kopi sudah tidak hangat lagi , sampai saya dan para sahabat beranjak dari jagongan ke motor trail masing-masing, pertanyaan itu belum juga terjawab.
Pikiran saya terus berputar untuk mencari jawaban yang tepat. Di atas motor trail saya coba membayangkan, seandainya kebun-kebun apel sudah tidak ada lagi, tegaknya pohon pinus sudah berubah menjadi tegaknya beton, sumber air tidak bermanfaat lagi, kebun sayur jadi tumpukan batu bata, budaya hanya jadi cerita, keragaman umat hanya sesaat.
Apa jadinya dengan alam KWB yang ibaratnya gelaran permadani, ijo royo-royo.
Ya. Harus ada komitmen. Konsistensi, ketegasan dan "ROSO HANDARBENI" dari kita semua agar kelangsungan ngemong petani selalu nampak dan terwujud.
Di atas motor trail perjalanan turun dari Gunung Banyak yang seharian melintasi jalur penuh tantangan, kesulitan medan berbukit, jalur berlumpur, bau asap knalpot motor trail adalah wujud sebuah perjalanan kesabaran menambah ilmu pengalaman dan tak terasa waktu sudah saatnya mengajak pulang.
Semarang, 10 Mei 2021.
Sumber: