Oleh: Imawan Mashuri*
DIA begitu kaffah memotret kemiskinan. Jagad kecil yg diteliti; Kabupaten Bone Bolango --nun di sana-- ujung Provinsi Gorontalo. Tp detail penelitiannya mampu menggambarkan musabab kemiskinan di Indonesia. Terutama cara mengatasinya; yang hanya parsial. Yang sendiri sendiri.
Tidak berlebihan jika pada sidang ujian akhir disertasi Universitas Brawijaya, fakultas Pertanian --yang dipimpin Prof. Dr. Ir. Koeswanto, MP-- memberi nilai sempurna; A, pada 8 Pebruari 2022 sore.
Posisinya sebagi Bupati di wilayah pemekaran terbaru --lebih 10 tahun jadi kepala daerah di sana-- mampu menghadirkan data sangat lengkap, sampai gambaran keadaan daerah tersulit --yang untuk menjangkaunya, hanya bisa ditempuh dengan mengendarai sepeda motor trail, modif trail.
Tampilan videonya sangat-sangat baik. Desa Pinogu, penghasil kopi dan kakao untuk ekspor Eropa, tergambar begitu indahnya tapi begitu sulitnya dijangkau.
Dialah Hamim Pou. Tidak sulit dia membuat presentasi yang runut. Juga penelitian yang dalam. Dan video yang sempurna. Karena dia adalah wartawan andal. Juga reporter RCTI, lalu menjadi pemilik media televisi; GO TV (Gorontalo TV).
Tidak meledak-ledak, karena begitulah memang personifikasi dirinya. Tapi penekanannya jelas; bahwa mengatasi kemiskinan haruslah kolaborasi. "Harus!!". Oleh semua stakeholder. "Tidak bisa sendiri-sendiri. Tidak boleh lagi seperti yang terjadi selama ini. Sampai hari ini," katanya, di podium Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya.
Fadel Muhammad menganggukkan kepala. Wakil Ketua MPR yang juga guru besar itu, ikut datang sebagai penguji tamu. Fadel adalah mantan Gubernur Gorontalo dua periode yang mampu menekan kemiskinan hingga tinggal 15 persen. Konon, dulu, 33 persen terus turun jadi 18 dan terakhir 15 persen itu. Fadel mengangkat isu; jagung. Gorontalo penghasil jagung. Yang tidak saja karena hasil bumi yang turun temurun, tapi juga adalah budaya. Ada menu kulinernya; "binte bilehuta" menjadi identitas khas dari jagung, sejak dulu. Dicerahkan kembali. Hingga kini.
Wakil Gubernur Gorontalo, Dr. Drs. Idris Rahim, MM yang hadir dan ikut memberi sambutan di akhir acara, menggaris bawahi paparan Hamim. "Ya, harus kolaborasi."
Paparan Hamim memang mampu menggiring akal pikiran. Dia jlentrehkan kemiskinan pesisir dan pegunungan. Potret utuh Bone Bolango. Tapi sesungguhnya juga adalah potret kemiskinan di Indonesia.
"Menangani kemiskinan, yang prosentasenya sudah rendah, memang sulit," kata Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS, promotor utama yang membina Hamim selama 4 tahun, sejak mahasiswa doktoral. "Ibarat memeras cucian, kalau masih basah, enak diperas. Tapi makin kering, semakin sulit," katanya.
"Kemiskinan, tidak mungkin habis. Tapi jangan sampai besar," lanjutnya. Pernyataan ini melengkapi pandangan penguji lain sebelumnya; Prof. Dr. Ir. Abdul Wahib Muhaimin, MS, bahwa kemiskinan sebenarnya juga adalah sunnatullah. Akan selalu ada.
Suatu pandangan yang membuka pengertian bahwa penanganan kemiskinan haruslah dengan martabat kemanusiaan. Benar secara hakikat.
Fadel, yang duduk di kursi VVIP, tersenyum.
Sejumlah rektor dari Gorontalo yang hadir, tampak mengangguk. Hadirin yang lain; sebagian besar para pejabat Kabupaten Bone Bolango, dan stafnya, tampak maklum.