Pahlawan Mochtar
Sejak kecil Mochtar sudah terlihat pintar dan cerdas. "Kakak saya itu tergolong jenius," ujar Sarwono mengutip pendapat banyak orang di sekitarnya. Kejeniusan itulah yang membuat ayah dan ibunya berbeda pendapat.
"Ibu saya minta agar Mochtar dibiayai untuk sekolah di luar negeri. Ayah saya tidak setuju. Menurut ayah, yang perlu dibantu adalah keluarga lain yang tidak mampu," ujar Sarwono.
"Mochtar itu dibiarkan saja bisa jadi dengan sendirinya," ujar sang ayah seperti ditirukan Sarwono.
Akhirnya Mochtar tidak diberi uang. Ia pilih sendiri untuk sekolah di UI. Lalu ke Amerika Serikat.
Memilih sekolah ke Amerika itu pun sudah menunjukkan ''keanehan'' tersendiri. Pada zaman itu semua anak muda ingin sekolah ke Belanda. Apalagi untuk ilmu hukum. Mereka pasti memilih ke Leiden.
"Kakak saya juga punya bakat bisnis," ujar Sarwono.
Ketika kuliah di UI, pamannya yang di Cirebon sering membawa makanan khas daerah. Mochtar-lah yang mengedarkan makanan itu ke warung-warung. "Saya kebagian pekerjaan bungkus-bungkus," ujar Sarwono lantas tertawa.
Sarwono sendiri kini berumur 77 tahun. Bicaranya masih tangkas. "Pak Sarwono terlihat sehat sekali," kata saya mendengar nada bicaranya yang tetap tangkas.
"Saya ini OTG," jawabnya.
Saya sempat terpancing oleh singkatan itu.
"Saya juga OTG. Januari lalu," kata saya.
Ternyata OTG yang ia maksud berbeda dengan OTG yang ada di pikiran saya.
"Saya itu Orang Tua Gembira," tukasnya.
Kami pun tertawa.
Berbeda dengan masa kecil Mochtar, Sarwono kecil dianggap sebagai anak kurang normal. "Dokter mengatakan saya punya kelemahan syaraf motorik. Jangan terlalu banyak diharap," ujar Sarwono mengenang masa kecilnya.
Sumber: