Cengkok Oye!

Cengkok Oye!

Lama-lama jenis suara Pak Mantep justru menjadi kekuatannya. Menjadi ciri khasnya yang kuat. Sampai menjadi iklan ''Oskadon Oye!'' yang terkenal itu.

Saking kuatnya karakter suara itu sampai ada mahasiswa yang ingin meniru suara Pak Mantep. "Saya sendiri, waktu masih mahasiswa, pernah punya keinginan meniru suara beliau," ujar Ki Kuntadi. "Demikian juga beberapa mahasiswa pedalangan angkatan saya," tambahnya.

Medhot punya rumusan yang baik untuk menggambarkan upaya Pak Mantep mengatasi kelemahannya itu. "Pintar-pintarlah mengolah cengkok," ujar Medhot menirukan doktrin ayahnya. "Juga harus pinter memainkan nada," tambahnya.

Medhot kini sudah jadi dalang terkenal. Ia seperti ayahnya: tanpa sekolah pedalangan. Otodidak. Belajar sendiri. "Ayah juga tidak pernah mengajar saya bagaimana mendalang yang baik," ujar Medhot.

Sang ayah, katanya, hanya menekankan satu hal: "Kalau mau hebat, seperti ayah, ya harus sering menonton ayah mendalang". Soal kemampuan yang lain-lain tergantung cara dan kesungguhan mengasah diri.

Apakah Medhot juga mewarisi jenis suara sang ayah?

“Kami, semua anaknya, mewarisi suara bapak," ujar Medhot. Melihat kenyataan itu Pak Mantep pernah mengatakan begini: sudah takdir keluarga kita punya suara seperti ini. Pinter-pinter kita mengolahnya.

Medhot (Me-nya dibaca seperti membaca Medan), adalah nama panggung. Nama aslinya Samyono Mantep Putro. Tapi karena sejak bayi dipanggil Medhot nama itulah yang dikesohorkan. "Kata ibu, ketika saya di kandungan suka medhot sana medhot sini," ujar Medhot.

Pak Mantep juga punya putri yang tinggal di Surabaya. Ny. Sariono. Dari ibu yang kedua. Dia seorang penari. Demikian juga suaminyi. Dua anaknyi pun jadi penari. Lulusan S-1 ISI Solo.

"Saya tidak bisa ikut pemakaman di Karanganyar. Tidak keburu. Syarat bepergian di masa Covid ini banyak," ujarnya.

Saya telepon dia. Juga bicara dengan suaminyi. Sang suami pernah menciptakan tari ngremo untuk acara saya.

Jumat pagi kemarin Ny. Sariono masih bicara dengan Pak Mantep, ayahnyi. Bu Mantep yang menelepon putri tirinyi itu. Pakai video call. Keadaan Pak Mantep kian berat sehingga Bu Mantep menghubungi putra putri yang jauh-jauh.

"Saya sesak napas," ujar Pak Mantep di video call itu. Lalu menggerakkan tangan daa..daa.

Sebulan lalu Ny Sariono ke Karangpandan. Menjenguk sang ayah. Kesan waktu itu:

Pak Mantep menanyakan teman-teman kecilnya. Yang banyak sudah meninggal dunia.

Sumber: