Pemberang RS Siloam Bicara Begini…

Pemberang RS Siloam Bicara Begini…

Pemberang di RS Siloam, Palembang, Jason, 38, dibui. Istrinya, Melisa, 35, mengungkap suster Christina, 28, korban aniaya Jason. Ungkapan Melisa memperkuat middle class: Mending berobat luar negeri. Alasan, etos kerja tenaga medis.

*** MELISA diperiksa polisi terkait penganiayaan Jason terhadap Christina. Di situ ia diwawancarai wartawan. Diungkap kronologi versi dia, yang selama ini belum dipublikasi. ”Sejak awal anak saya masuk RS Siloam, dia (suster Christina) sudah gak bener,” kata Melisa Selasa (20/4). ”Terserah pihak Siloam ngomong apa, saya cerita yang sebenarnya,” lanjutnya. Anak Melissa usia 2 tahun. Sudah empat hari dirawat di Siloam. Penganiayaan terjadi saat pasien pulang. Pelepasan infus oleh Christina mengakibatkan pendarahan. Sehingga terjadi insiden. Diceritakan Melisa, di awal masuk, dia merasa sikap Christina tidak sopan. ”Bicaranya ketus. Tidak sopan,” ujarnyi. Di hari pertama, pasien bayi rewel tengah malam. Karena sakit. Melisa sudah menggendong, bayi masih terus rewel. Paramedik dipanggil lewat tombol panggilan. Masuklah Christina. ”Dia ngomong ke saya begini: Ini anaknya rewel terus. Makanya, kalau siang jangan ditidurin, supaya malam tidak rewel begini,” tutur Melisa menirukan ucapan Christina. ”Saya sedih digitukan. Sudah sedih anak sakit, beraninya suster ngomong begitu.” Cerita Melisa menunjukkan, dia merasa berposisi lebih tinggi daripada suster. Karena bayar. Tarif RS Siloam untuk kalangan middle class ke atas. Dengan tarif itu, pasien berharap pelayanan bagus. ”Saya tahan emosi,” ujarnyi. Dalam keseharian, Melisa berharap tidak ditangani Christina. Tapi, dia tidak komplain. Cuma berharap. Puncak kejengkelan terjadi saat pulang. Infus dilepas Christina. Pukul 11.00. ”Secara kasar. Saya tidak tahu SOP bagaimana. Bukti, anak saya berdarah. Mengucur terus. Anak menangis kesakitan,” cerita Melisa. Christina berusaha menghentikan pendarahan. ”Diusap kapas beralkohol. Tapi, darah terus keluar. Berceceran ke baju, kasur, sampai lantai. Saya nangis.” Otomatis, Melisa menggendong. Meskipun Christina berusaha mencegah agar anak jangan digendong. Di situlah terjadi perdebatan. Melisa tetap menggendong. Debat sengit. Panas. Christina kesal juga, keluar ruangan. Membiarkan pasien dan ibu. Saat itulah Melisa menelepon suami, Jason, yang sedang kerja menjaga toko spare part mobil miliknya. Jason tiba di RS pukul 14.00 (tiga jam kemudian), langsung ngamuk. Memukul, menendang, menjambak Christina. Jason ditangkap polisi di rumahnya, diborgol, dibawa ke Mapolresta Palembang. Jadi tersangka, ditahan. Sebaliknya, Direktur Utama RS Siloam Sriwijaya dr Bona Fernando mengatakan kepada pers bahwa perawatnya tidak melanggar SOP. Pencabutan infus sesuai prosedur. "Tuduhan tidak sesuai SOP tidak benar. Itu sudah sesuai SOP," kata Bona Fernando kepada pers Sabtu (17/4). Jadi, setiap pihak merasa benar. Polisi menangani penganiayaan, bukan asal problem. Yang tentu rumit dibuktikan. Itu sebabnya, Aisha Aurum, putri tunggal penyanyi Denada, dirawat di Singapura. Sampai dua tahun. Karena leukemia. Denada, ke wartawan, mengaku sampai menjual rumah. Demi pengobatan Aisha. Itu pun dia masih kelabakan. "Pernah, sampai saldo tabunganku di ATM Rp 200 ribu, loh. Aku nungguin anak di Singapura, bisa bayangin enggak, sulitnya aku?” ujar Denada. ”Sedangkan di Singapura, aku stuck. Enggak cari uang.” Denada bela anak dirawat di Singapura. Meski ada ribuan RS di dalam negeri. Meski untuk itu dia kesulitan, abis…. Contoh lain, Ustad Arifin Ilham (almarhum, 22 Mei 2019) dirawat di Penang, Malaysia. Karena kanker kelenjar getah bening. Dan, sangat banyak contoh lainnya. Ribuan RS di Indonesia. Terus meningkatkan pelayanan. Tapi, orang bersikukuh jual rumah, berobat ke luar negeri. Mengabaikan (mungkin) tudingan soal nasionalisme. ”… Mending dikatain gak nasionalis dibanding dirawat RS Indonesia…” Mengapa? Jawaban klise: Karena RS luar negeri lebih baik. Di Asia ada Singapura, Malaysia, Thailand (yang ekonomi negaranya susul-menyusul dengan Indonesia). World Health Organization (WHO) tahun lalu menempatkan Singapura di posisi ke-6 di dunia, kategori sistem pelayanan kesehatan terbaik, beberapa tahun berturut-turut. Singapura sudah melampaui Austria (posisi ke-9), Jerman (posisi ke-25), Israel (posisi ke-28). Jawaban jujur, jarang ada yang berani mengungkapkan. Takut dituding tidak nasionalis. Aslinya soal dua hal: Etos kerja (di semua bidang) rendah. Buktinya, produk ekspor kita tidak kompetitif di pasar global. Gak laku. Juga, soal kejujuran. ”Kalau bisa diperlama (dirawat), mengapa dipercepat?” (DI's Way/ekn)

Sumber: