Dorongan Investasi di Tengah Pandemi

Dorongan Investasi di Tengah Pandemi

AMEG-Wabah pandemi Covid - 19 yang mengguncang dunia telah membuat banyak negara mengalami penurunan pendapatan secara drastis termasuk Indonesia.Anjloknya pemasukan pajak dan penerimaan negara saat masifnya peningkatan belanja negara dalam mengatasi wabah pandemi dan kerja pemulihan ekonomi turut mengantarkan banyak negara dunia untuk dapat kembali menata semua kebijakan fiskal ekonomi secara serius.

Menghadapi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang masih tak dapat diprediksi kapan akan berakhir, dibutuhkan kerja dan kemampuan yang kuat untuk dapat memulihkan ekonomi secara stabil dan berkelanjutan. Karenanya, salah satu pekerjaan rumah yang paling krusial untuk diselesaikan pada masa krisis pandemi Covid-19 ini adalah bagaimana menghidupkan kembali pendapatan masyarakat yang mengalami penurunan secara besar. Dalam pemulihan ini, pemerintah harus menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin kepada masyarakatndemi mendorong banyaknya kantong sumber pendapatan bagi masyarakat.

Apalagi pemerintah telah memiliki Undang - Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dapat menjadi landasan kebijakan fiskal pemerintah Indonesia dalam memulihkan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Stimulasi Ekonomi
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) pada bulan Januari 2021, telah mencatat jika penerimaan pajak yang diterima oleh negara adalah sebesar Rp. 68,5 triliun. Dalam analisanya, serapan penerimaan pajak negara mengalami penurunan sebesar 15,3% bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Kemenkeu RI, 2021). Masih aktifnya kebijakan pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 dan intensifnya kebijakan pemberian insentif kepada masyarakat yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) membuat regulasi kebijakan keuangan negara masih terfokus pada bentuk dan pola stimulasi pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi.

Dalam postur perlindungan ekonomi masyarakat, peran besar dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) menjadi instrumen penting yang memiliki pengaruh dan dampak luas untuk dapat mengatasi penanganan pemulihan kesehatan, melindungi ekonomi masyarakat dan perbaikan ekonomi nasional. Daya serap dan efektivitas realisasi belanja APBN 2021 yang mencapai Rp. 2.750 triliun atau meningkat 4% dari APBN tahun 2020 diharapkan mampu berperan aktif dalam menstimulasi derap pemulihan ekonomi nasional secara signifikan.

Dalam konteks pemulihan ekonomi seperti sekarang, pemerintah Indonesia tak bisa hanya bergantung pada formalitas regulasi semata, tapi harus melakukan tindakan dan langkah taktis yang memberi proyeksi keuntungan ekonomi secara besar bagi masyarakat.

Bonus demografi penduduk usia kerja Indonesia yang sangat banyak harusnya menjadi ujung tombak aktif dalam ruang gerak pemulihan ekonomi secara nasional. Potensi besar akan penyerapan tenaga kerja sektor produktif seperti halnya pertanian, perkebunan dan perdagangan sesungguhnya dapat dijadikan potensi untuk mendorong efektivitas program kerja ekonomi nasional.

Jika melihat pada analisa Bank Dunia terbaru, maka pencapaian sektor ekonomi Indonesia diprediksikan akan dapat tumbuh 4,4 persen pada tahun ini. Kebijakan fiskal dan moneter serta kenaikan harga dari sejumlah komoditas ekspor menjadi penopang utama yang diprediksi mampu berkontribusi positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat.

Secara lebih jauh, Bank Dunia memproyeksikan jika pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021 ini bergerak naik sebesar 4 persen setelah tahun sebelumnya mengalami
kontraksi atau mengalami minus 2,1 persen.

Pertumbuhan ekonomi yang sedikit ini akan berlanjut pada dua tahun berikutnya, yang diperkirakan mencapai 5 persen pada 2022 dan 5,1 persen tahun 2023 (IWorld Bank, 2021).

Seberapa cepat dan kuat pemulihan ekonomi sangat bergantung pada kemampuan pemerintah mengatasi wabah pandemi Covid-19. Jika Covid-19 dapat diatasi lebih cepat dan baik, maka pertumbuhan ekonomi akan bergerak secara lebih cepat.

Pada negara maju, banyak negara melakukan kebijakan stimulasi besar dengan menggelontorkan dana ratusan miliar demi kelancaran program vaksinasi untuk negaranya. Misalnya, Amerika Serikat yang menggelontorkan dana sebesar 1,9 triliun dollar AS. Sementara untuk negara berkembang seperti Indonesia juga menganggarkan dana stimulasi ekonomi dan penanganan covid- 19 dengan dana yang besar yakni Rp. 695 triliun. Semua gelontoran dana tersebut diupayakan demi memperbaiki efektivitas stimulasi pemulihan ekonomi negara.

Penguatan Modal
Secara analisa, terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,1 persen pada tahun 2020 sesungguhnya tak terlalu buruk bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi yang terjadi pada negara lain. Meskipun mengalami defisit pendapatan umum, tapi pada konteks penataan ekonomi dalam negeri masih banyak pihak menginginkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Membanjirnya likuiditas karena stimulasi ekonomi pemerintah dan masih bertahannya perilaku konsumen yang belum aktif membelanjakan dananya, menyebabkan kemajuan pasar modal selama masa pandemi tak berdampak linear dengan perubahan dan perbaikan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia.

Pertumbuhan kredit yang masih rendah menyebabkan kebimbangan para pelaku ekonomi untuk berani memproyeksikan investasi bisnisnya. Rata–rata Bank di Indonesia masih melihat potensi risiko yang tinggi dalam memajukan kebijakan kredit, sementara pada sisi yang lain kelompok debitor masih menghadapi ketidakpastian ekonomi ditengah pandemi Covid-19. Kekhawatiran terhadap adanya dampak lanjutan dari krisis akibat Covid-19 masih membayangi para pelaku ekonomi dalam banyak perusahaan dan rumah tangga.

Sumber: