Gratifikasi Kab Malang: Bantahan Unsur Penyelenggara Negara
AMEG - Salah satu poin yang dibeberkan dalam duplik penasihat hukum terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) adalah bantahan tentang unsur penyelenggara negara atau unsur pegawai negeri. Hal itu terkait dengan posisi terdakwa Eryk Armando Talla.
Disebutkan, berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, maka sudah sangat jelas dan terang bahwa terdakwa Eryk Armando Talla bukanlah penyelenggara negara atau pegawai negeri.
“Bahwa karena terdakwa Eryk Armando Talla bukanlah penyelenggara negara atau pegawai negeri, maka unsur subjek pelaku tindak pidana korupsi menjadi tidak terpenuhi dan atau menjadi tidak terbukti,” kata Meka Dedendra SH, penasihat hukum terdakwa Eryk Armando Talla saat membacakan duplik, Selasa (20/4/2021) lalu.
Sebelumnya disebutkan, untuk menjawab replik JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK tentang unsur penyelenggara negara atau pegawai negeri maka duplik mengutip ketentuan yang tertuang dalam dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Hal itu mengatur tentang Pasal 1 bahwa penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut Meka.
Selanjutnya, kata Meka, dalam penjelasan umum UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, butir 2 dan 3 dijelaskan juga bahwa sasaran pokok dari UU ini adalah penyelenggara negara yang meliputi pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara.
Juga menteri, gubernur, hakim, pejabat negara dan atau pejabat lain yang memenuhi fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara. Hal itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Sebagai penyelenggara negara, tidak hanya melekat pada jabatan semata. Tapi juga mendapat hak dan kewajiban.
“Maka sudah sangat jelas dan terang bahwa terdakwa Eryk Armando Talla bukanlah penyelenggara negara. Sebab, terdakwa tidak memenuhi syarat dan unsur sebagai penyelenggara negara. Sesuai dengan ketentuan UU tersebut,” lanjut Meka.
Terkait dengan teori penyertaan yang dikemukakan JPU, lajnjut Meka membacakan duplik, terlihat bahwa apa yang didalilkan oleh JPU adalah tidak tepat. Bahwa untuk pembuktian tindak pidana tersebut memang tidak masuk dalam pokok perkara yang dibantah.
“Namun yang kami bantah adalah dakwaan atau tuntutan JPU yang menyamaratakan setiap peran peserta tindak pidana. Padahal peran masing-masing peserta tindak pidana itu jelas-jelas berbeda,” kata Meka.
Sebelumnya, saat sidang penyampaian replik JPU, Selasa (6/4/2021) lalu disebutkan, terdakwa Eryk Armando Talla didakwa bersama-sama dengan Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby). Yang memenuhi kualifikasi subjek hukum sebagai penyelenggara negara adalah Rendra Kresna. Sehingga tidak perlu bagi terdakwa Eryk Armando Talla harus memenuhi unsur pegawai negeri atau penyelenggara negara, baru perkara ini dapat dikatakan terbukti.
“Dalam perkara aquo, Rendra Kresna adalah pelaku (daader) yang mempunyai wewenng karena jabatannya sebagai Bupati Malang. Sedangkan terdakwa Eryk Armando Talla, merupakan pelaku penyerta yang mewujudkan sempurnanya delik,” kata JPU KPK Arif Suhermanto membacakan replik saat itu.
Maka terdakwa Eryk Armando Talla, lanjut replik JPU, merupakan orang yang melakukan kehendak Rendra Kresna dalam mengkoodinir mengenai pengkondisian pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pendidikan Kab Malang.
Juga menjadi perantara (intermediary) dalam penerimaan uang untuk kepentingan Bupati Malang Rendra Kresna. Sehingga keduanya memiliki persamaan kehendak, sebagaimana diakui perbuatannya oleh terdakwa Eryk Armando Talla.
Sumber: