Perang Hati-Hati

Perang Hati-Hati

Tinggal bagaimana menguasai pelabuhan Odesa. Juga tidak akan sulit. Odesa juga tidak jauh dari Krimea.

Semua pelabuhan di Laut Hitam itu ujung-ujungnya tergantung pada Turki. Tidak ada jalan lain untuk keluar dari Laut Hitam kecuali lewat Selat Bospurus yang di Istanbul itu.

Maka di hari kelima perang Ukraina ini terlihat jelas bahwa Kiev dikepung dari tiga arah: timur, selatan, dan utara.

Kiev sendiri terlalu dekat ke perbatasan dengan Belarusia: hanya sekitar 150 Km. Serangan dari arah Belarusia inilah yang kian mendekati Kiev.

Satu per satu kota-kota kecil Ukraina dikuasai Rusia –lalu mendirikan pos untuk mengontrol keluar masuk manusia dan barang dari kota itu.

Mungkin Rusia sudah berhitung: tidak harus menguasai Kiev dalam perang lima hari. Ini berbeda dengan skenario Tiongkok yang harus menguasai Taiwan dalam satu malam –kalau akan merebut Taiwan. Itu agar bantuan dari Amerika tidak keburu datang.

Sedang bantuan untuk Ukraina tidak bisa datang secepat itu. Bantuan senjata hanya bisa lewat Polandia. Atau Moldova. Negara-negara Eropa adalah negara demokrasi: tidak mudah mendapat persetujuan parlemen untuk mengirim persenjataan. Apalagi yang untuk menyerang. Kalau toh ada bantuan senjata, maksimal adalah senjata untuk mempertahankan diri. Bukan untuk menyerang.

Kelihatannya Rusia sudah berhitung: tidak harus kesusu. Satu minggu pun tak apa.

Maka hari ini dan besok adalah hari-hari yang krusial bagi Ukraina. Terutama bagi Presiden Zelenskyy.

Sejauh ini Zelenskyy masih punya senjata ampuh di tangannya: handphone. Ia masih terus hubungi siapa saja yang bisa membantunya.

Lewat handphone itu pula para sekutu masih bisa memberikan penghiburan padanya. Amerika memberikan hiburan istimewa: menyediakan diri menampung pengungsi dari Ukraina.

Sejauh ini perhatian Barat lebih fokus pada memberikan sanksi terberat bagi Rusia. Termasuk mengeluarkan Rusia dari sistem perbankan dunia. Dua hari lalu Bank Sentral Rusia memberi tanggapan enteng: itu justru akan memperkuat ruble sebagai mata uang internasional.

Tentu itu terlalu omong besar. Kenyataannya nilai rubel terus jatuh atas dolar dan euro. Begitu beratnya sanksi itu. Saya bayangkan, kalau Indonesia menerima sanksi seberat , sudah langsung pingsan. Begitu beratnya sampai-sampai Tiongkok bereaksi: sanksi seperti itu tidak menyelesaikan masalah. Dunia di luar Rusia ikut menderita.

Tentu Tiongkok berada di belakang Rusia. Apalagi, sekarang ini, sudah terpasang empat pipa gas di empat lokasi di perbatasan Tiongkok-Rusia.

Barat sangat optimistis sanksi ekonomi itu akan berhasil mengisolasi Rusia. Mereka hanya pesimistis di satu saja. Yakni tidak akan berhasil memboikot produk Rusia yang satu ini: minuman keras vodka.(*)

Sumber: