Pancingan DMO
RESEP RENDANG JENGKOL ( tanpa minyak goreng ) Bahan-bahannya; * 300 gram jengkol * 1 liter santan * 2 lembar daun salam * 2 lembar daun jeruk * 2 btg serai, geprek * 1 sdt asam jawa * garam & gula secukupnya Bumbu Halus; * 15 cabe merah keriting * 5 buah cabe merah rawit * 8 Buah bawang merah * 4 siung bawang putih * 2 cm lengkuas * 2 cm kunyit * 2 cm jahe * 5 butir kemiri Cara Membuatnya;
1.) Rendam jengkol selama 5 menit, kemudian rebus selama 20-30 menit bersama 1 sdm kopi gunanya untuk mengurangi baunya. jika jengkol sdh empuk, angkat kupas kulitnya, belah lalu memarkan.
2.) Tumis bumbu halus hingga harum, kemudian masukan serai, daun salam & daun jeruk, aduk hingga rata.
3.) Masukkan jengkol, aduk2 masak sebentar lalu tuangkan santan, aduk2 tutup kuali sambil sesekali diaduk, masak dgn api sedang agar bumbu meresap.
4.) Masukkan air asam jawa, garam & gula, aduk hingga rata, masak hingga kuah mengental.
5.) Angkat & Sajikan, lalu buang.
Rico Zxc
Andai pak bupati tau penggunaan jamur mikoriza pasti penggunaan drip air dari Israel itu gk perlu lagi.. karena dengan jamur ini akar tanaman akan bersimbiosis dengan jamur membuat sitanaman tahan akan kekeringan.akar jg bertambah banyak serta kebutuhan pupuk unsur Pospate berkurang.. jamur ini suka iklim yang kering. kalo musim hujan gini susah berkembangnya.
yea a-ina
Penerapan kebijakan DMO dan DPO untuk CPO melalui pak mentri perdagangan. Cukup membagongkan bagi para pengantre migor, singkatan kata yang terdiri hanya 5 huruf : D, M, C, P dan O. Abah Dis jurnalis senior, mungkin berkenan menulis tentang sengkarut antrean….. eh minyak goreng ya. Harga komoditas dalam negri naik jika diikuti daya beli menguat its OK, kalau sebaliknya. Anda lebih tahu
Amat Kaselanovic
Lama tak membuat pantun. Turun bertangga naik berjenjang / Jalan di bukit berkelok delapan / Pendidikan itu investasi panjang / Karna pendidikan mengubah peradaban
Tunk B
setuju bung Lukman, bahkan negara juga mau ikutan rebutan kue ékonomi dg rakyatnya. Pa lagi ini modalnya dengan uang negara, bisa unlimited tanpa resiko. dengan asumsi 'rugi yo ben, toh uang negara'. kalau rugi, namanya juga usaha.
Lbs
Senang melihat pemimpin yg memiliki visi kuat seperti ini. Apalagi dalam hal pemberdayaan ekonomi. Saya sering menarik nafas panjang saat melihat pemimpin daerah asal2an dalam bekerja. Kepala desa dg Bumdesnya membuat usaha jual beli ATK, bupati dg BUMDnya membuat mini market, bahkan gubernur membuat usaha percetakan batako. Untuk apa? Usaha sejenis yg d miliki rakyat saja menjamur. Sesak nafas dalam bersaing. Tambah lagi pemerintah ikut2an. Harusnya pemerintah mendukung usaha rakyat agar lebih berkembang, lebih modern. Atau membuat usaha rintisan yg menjadi pelopor yg selanjutnya menjadi contoh bg masyarakat. Seperti bupati Sikka ini…
Leong Putu
Banyak orang begitu menikmati keterbatasannya. Banyak yang hanya diam dan hanya memandang hambatan dalam hidupnya. Tanpa berbuat sesuatu. Eheemmmm… Awas jangan tertipu. Ingat ini Leong Putu…. Namun hari ini, kita diberikan contoh seorang tokoh yang luar biasa, dalam diri Bp. Roby. Membaca komen Bp. Alexs Sujoko di edisi kemarin. Tentang cara membuat minyak kelapa secara tradisional, mata saya sedikit berkaca-kaca. Ingat masa lalu. Sekitar kelas 5 SD sampai kelas 2 SMP atau sekitar itu. Memarut kelapa untuk diproses menjadi minyak kelapa adalah aktifitas sampingan saya. Memarut dua puluh sampai dua puluh lima butir kelapa sekali proses. Enteng bagi saya. Proses lanjutan dikerjakan ibu saya. Hehehe…… Tentu prosesnya sedikit berbeda dari cerita Pak Alexs, kalau beliau cerita pakai air secukupnya, kalau kami pakai airnya banyak. Sesaat setelah santan pecah lalu keluar minyak, saat itu api kami matikan. Lalu minyak dipisah dari air rebusan . seletah minyak terpisah, barulah minyak ini dipanaskan kembali untuk dimatangkan di wajan. Kenapa kami pakai air yang banyak ? jawabannya : Agar air sisa rebusannya ini bisa kami manfaatkan kembali. Airnya keruh, seperti warna susu, tapi lebih keruh. Air itu kami saring, ada endapannya, halus. Endapan itu kami masak, biasa kami buat pepes. "Pesan tain tlengis" kami beri nama masakan itu. Saya jadi kangen ini kemarin, gara-gara Pak Alexs… hahahaha….. Ke mana sisa air yang lain ?. Bersama ampas kelapa, kami jadikan campiran pakan babi. Saya pelihara babi untuk biaya sekolah. Iya saya, bukan Ibu. Saya ambil alih dari ibu, karena dia tidak "berjodoh" pelihara babi, anak babinya banyak yang mati, sebelum cukup umur untuk dijual. Kapan-kapan saya akan cerita, bagaimana saya pelihara babi untuk biaya sekolah. Kapan kapan kalau ingat, kalau ada kesempatan. Seperti lanjutan Riau 1. Waktu remaja saya, lebih banyak saya habiskan untuk bekerja, bukan belajar. Itu keinginan saya sendiri. Jadi buruh angkut batu bata saat pulang sekolah atau jadi kuli bangunan. Semua saya jalani. Waktu masih sekolah. Untuk biaya sekolah. Bangga rasanya, anak desa, sekolah jaman segitu pakai sepatu merek Crocodille. Entah ORI atau bukan, seingat saya OrI, kata yang jual. Dengan berbagai tantangan hidup tersebut, membuat saya punya tekad. Jika nanti punya kesempatan untuk nikah dan punya anak, anak saya tidak boleh kerja kasar seperti ini, harus sekolah yang tinggi, harus kuliah. Tidak usah banyak-banyak, satu anak saja, asal berhasil. Sekarang anak kami dipercaya tiga anak. Lho kenapa bisa tiga ? ahhh itu sama jawabannya dengan pertanyaan ini : Kenapa pindang gorengnya kok gosong ? Jawabannya sama : Telat ngangkatnya. .. .. Salam… Ooooh iya.. kelapa itu bukan punya kami, itu punya saudagar kelapa di desa kami. Kami hanya "mburuh" agar dapat pakan babi dan "pesan tain tlengis" untuk lauk kami.
Hardiyanto Prasetiyo
Sepakbola Rusia barusan hidup tp sekarang mati lagi. Mati akibat standar ganda FIFA. FIFA sanksi Rusia mulai dari klub sampai timnas tdk boleh bermain, yg terbaru spartak moskow dilarang tampil di babak 16 besar Europe League. Beda dgn Israel meskipun sama sama melakukan invasi dan aneksasi tidak ada sanksi sama sekali dari FIFA dgn alasan memisahkan olahraga dengan politik. Tp kali ini FIFA beda sikapnya dgn Rusia, ternyata FIFA pnya standar ganda.
Sumber: