Vonis Mati Herry, Komparasi dengan India

Vonis Mati Herry, Komparasi dengan India

Soal itu, dalam amar putusan hakim Pengadilan Tinggi Bandung, dinyatakan:

"Menimbang bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku."

Para korban, 13 santriwati anak didik Herry sendiri. Usia korban antara 11 sampai 13 tahun. Mereka diperkosa Herry secara bergilir dan rutin, sejak awal 2015 di pondok pesantren yang dikelola Herry di Bandung.

Sampai dengan keluarga korban lapor polisi pada 3 Mei 2021. Atau selama sekitar enam tahun. Di saat usia anak-anak itu masih 6 sampai 8 tahun.

Dari 13 santriwati itu, menghasilkan sembilan bayi. Lahir dari delapan santriwati yang diperkosa. Salah satunya melahirkan dua bayi.

Semua bayi itu kini dalam kondisi hidup. Kini diasuh para ibu mereka, yang juga masih anak-anak. Di rumah-rumah para ortu mereka di Garut, Jawa Barat.

Kepada para korban itulah denda restitusi Rp300 juta akan dibagikan. Dengan proporsi berbeda, diatur oleh pihak pengadilan.

Amar putusan: "Pidana yang dijatuhkan tersebut bukanlah sebagai upaya balas dendam atas perbuatan terdakwa. Namun secara umum sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan serupa di kemudian hari. Dan, dari kemungkinan pengulangan perbuatan serupa yang dilakukan oleh terdakwa."

Pelaksanaan hukuman mati, sebagaimana berlaku di Indonesia, tembak mati pada jantung. Oleh regu tembak Polri yang dipimpin jaksa selaku eksekutor.

Menanggapi vonis mati Herry, pihak Kejaksaan Agung menyambut baik. Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejagung, Ketut Sumedana kepada wartawan, Senin (4/4/2022) mengatakan:

"Kejaksaan Agung menghormati putusan pengadilan. Kejaksaan Agung mengapresiasi tugas-tugas pelaksanaan penuntut umum di daerah, karena telah terakomodirnya semua tuntutan dan pertimbangan yang dibuat oleh jaksa, dalam putusan pengadilan tinggi."

Ini suatu kemajuan. Pecah telor. Seperti terjadi di India pada pertengahan 2016.

Dikutip dari BBC News, 31 Juli 2018 berjudul "India death penalty: Does it actually deter rape?" diulas, begini:

'Ngamuk'-nya penegak hukum di India akibat lonjakan jumlah perkosaan pria dewasa terhadap anak-anak perempuan (usia 12 tahun ke bawah) di sana. Data: Jumlah perkosaan terhadap anak tahun 2012 tercatat 8.541 kasus. Meroket jadi 19.765 pada 2016.

Sejak itu ditetapkan, pemerkosa anak di India dihukum mati. Sebelumnya, sama kondisinya dengan Indonesia sekarang. Tepatnya, Indonesia sebelum jatuhnya vonis mati Herry Wirawan.

Sumber: