Vonis Mati Herry, Komparasi dengan India

Vonis Mati Herry, Komparasi dengan India

Di awal penerapan hukuman mati bagi pemerkosa anak di India, ditentang banyak pihak. Terutama oleh para aktivis. Secara keras.

Dr Anup Surendranath, direktur eksekutif Project 39A (organisasi keadilan sosial India) berargumen begini: Dengan vonis mati bagi pemerkosa anak, maka korban atau keluarga korban, jadi tidak berani lapor polisi.

Dr Surendranath: "Kekurangan pelaporan kasus perkosaan, sebab pelakunya sebagian besar dikenal oleh korban. Sehingga keluarga korban takut. Juga, berbagai dinamika yang menyebabkan korban dan wali mereka tidak melaporkan kejahatan tersebut."

Surendranath adalah Asisten Profesor Hukum di Universitas Hukum Nasional, Delhi. Ia meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Hukum NALSAR, Hyderabad, India. Dilanjut S-2 di Oxford University, Amerika (2007 -2012).

Hukuman mati (di India dengan tiang gantung) dalam perspektif masyarakat, bahwa gegara korban melapor polisi, berarti mengirimkan pemerkosa ke tiang gantung. Logika masyarakatnya terbaik. Orang yang dihajati dianggap menjahati penjahat.

Surendranath: "Masyarakat kita bicara tentang pelecehan seksual terhadap anak adalah hal yang tabu. Apalagi perkosaan. Ada budaya diam yang menyelimuti rumah dan institusi kita dalam menangani masalah ini dengan keseriusan yang layak."

Para keluarga korban perkosaan cenderung menyembunyikan perkosaan. Menyesali seumur hidup. Tapi tidak melapor ke polisi. Sebab, jika tersiar bahwa seorang anak perempuan korban perkosaan, kelak dia dewasa tidak laku menikah. Atau tidak ada pria mau menikahi.

Kondisi normal sosial begitu, membuat jumlah perkosaan terhadap anak meroket tajam. Pria dengan gampangnya memperkosa gadis kecil.

Akibatnya, terjadi gerakan masal. Mendesak penegak hukum bertindak serius menangani perkosaan.

13 September 2013 di New Delhi, India, muncul gerakan masal. Puluhan ribu orang berbondong ke Pengadilan Distrik di Saket. Menuntut agar pria pemerkosa anak gadis dihukum mati.

Hari itu sidang vonis perkara perkosaan lima pria terhadap seorang mahasiswi keperawatan usia 23 tahun. Warga India marah. Lima terdakwa itu:

Akshay Thakur, Vinay Sharma, Mukesh Singh, Pawan Gupta. Satu lagi, Ram Singh bunuh diri di Penjara Tihar pada dua hari sebelum sidang vonis.

Akhirnya, hakim memvonis hukuman mati terhadap semua terdakwa. Kecuali Ram Singh yang sudah mati duluan.

Gerakan itu terus menggelembung, diikuti gerakan serupa. Kian lama kian masif. Alhasil, pria pemerkosa anak gadis di sana pasti dihukum mati.

Kalau di India hukum mati pemerkosa melalui gerakan masal, di Indonesia tenang-tenang saja. Organisasi perempuan dan anak, memperjuangkan hukuman keras bagi pria pemerkosa. Tapi, tanpa gerakan masa jumlah besar.

Sumber: