Terbegal Bunuh Begal, Polri Butuh Pendapat
Apa kata pihak Mabes Polri? Kabareskrim Polri, Komjen Agus Ardianto kepada pers, Jumat (15/4) mengatakan: Meminta Polda NTB untuk mengambil langkah.
Agus: "Kapolda NTB sudah mengambil langkah. Binmas Polri salah satu keberhasilan tugasnya adalah masyarakat memiliki kemampuan daya cegah, daya tangkal dan daya lawan terhadap pelaku kejahatan. Kejadian tersebut salah satu bentuknya."
Agus: "Saran saya kepada Kapolda NTB, agar mengundang gelar perkara yang terjadi dengan pihak Kejaksaan, Tokoh Masyarakat dan Agama di sana untuk minta saran masukan, layak tidak kah perkara ini dilakukan proses hukum? Legitimasi masyarakat akan menjadi dasar langkah Polda NTB selanjutnya."
Sampai di sini, langkah Polres Lombok Tengah, Polda Nusa Tenggara Barat, dan Markas Besar Polri, berbeda. Seolah tidak bisa memastikan, apakah Amaq layak jadi tersangka, atau tidak? Dipastikan, perkara akan diserahkan ke pengadilan. Yang berarti penyidikan berlanjut. Atau minta saran tokoh, dulu.
Pasal 49 ayat 1 KUHP, berbunyi: "Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri, maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.”
Pasal 49 ayat 2 KUHP, berbunyi: “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
Wenlly Dumgair, dalam tulisannya di jurnal ilmu hukum, bertajuk “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dan Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas (Noodweer Exces) sebagai Alasan Penghapus Pidana.” (Lex Crimen, vol. 5, no. 5, 2016. halaman 64) menyatakan:
(Ternyata) tidak serta merta segala perbuatan beladiri, bisa dijustifikasi pasal tersebut. Ada 4 unsur harus terpenuhi sebagai tindak beladiri, yakni:
1) Serangan dan ancaman melawan hak yang mendadak. Harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu. Begitu seseorang diserang, seketika itu pula dia melakukan pembelaan;
2) Serangan tersebut bersifat melawan hukum. Ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda, baik punya sendiri atau orang lain;
3) Pembelaan harus bertujuan menghentikan serangan, yang dianggap perlu dan patut untuk dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas.
4) Pembelaan harus seimbang dengan serangan. Dan, tidak ada cara lain melindungi diri, kecuali melakukan pembelaan.
Sebagai pelengkap, Roy R Tabaluyan dalam makalah ilmiah ilmu hukum, bertajuk “Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP.” (Lex Crimen, vol. 4, no. 6, 2015. halaman 26) menyatakan:
Pasal 49 ayat 1 dan 2 KUHP digunakan sebagai alasan pemaaf. Bukan alasan membenarkan perbuatan melanggar hukum. Melainkan seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana, dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran hukum yang mendahului perbuatan itu. Diserang, membeladiri.
Jika ditafsirkan bahwa polisi bingung (di kasus ini), simaklah kasus korban begal membunuh begal di Bekasi, di masa lalu.
Sumber: