Rampok di Kembangan dan Fungsi Medsos

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Kalau soal beginian, kita tidak terlalu ketinggalan dibanding Amerika Serikat (AS). Walau soal ekonomi dan kesejahteraan rakyat, kita tertinggal sekitar seabad.
Lima tahun silam, polisi AS sudah mengakui peran positif medsos terhadap kerja polisi.
Dikutip dari PoliceOne, 14 Februari 2017 berjudul "Thinking outside the box: Police use of social media to catch criminals", perwira polisi senior California Selatan, AS, Mike Bires, mengulas peran medsos. Begini:
"Beberapa tahun lalu, "penegakan hukum" dan "media sosial" tidak saling terkait. Tidak berhubungan. Bahkan waktu itu tak terpikirkan, bahwa dua hal tersebut suatu saat bakal berkaitan. Tapi departemen saya sejak 2010 sudah memanfaatkan medsos."
Dilanjut: "Saya ingat, ketika departemen saya mulai menggunakan media sosial sebagai alat kepolisian, orang mengira saya telah menuangkan garam di luka terbuka." Maksudnya: Dicemooh.
Mike Bires kini komandan Tim SWAT (special weapons and tactics) di sana. SWAT adalah unit penegakan hukum AS yang menggunakan taktik khusus, serta peralatan setara militer. Dibentuk 1960 sebagai pengendali kerusuhan. Pada 1980-1990 untuk perang melawan mafia narkoba. Sekarang untuk menangani kejahatan serius.
Mike Bires di "Thinking outside the box" menceritakan, awalnya tayangan medsos dijadikan petunjuk bagi polisi AS. Dari situ mereka memetakan kasus. Kemudian melakukan investigasi lapangan. Lalu penyelidikan resmi. Akhirnya penangkapan pelaku kejahatan.
Itu dilakukan secara diam-diam oleh polisi sana. Tayangan medsos belum dijadikan alat bukti perkara pidana. Cuma petunjuk penanganan perkara.
Cara ini kemudian menyebar di kepolisian 50 negara bagian AS. Polisi seluruh negeri menyadari, saat mereka menggunakan media sosial, mereka dapat pengetahuan yang lebih mendalam tentang alur suatu perkara pidana.
Polisi AS menyadari, banyak kejahatan masa kini yang melekat pada media sosial. Seolah-olah semua kejahatan terhubung dengan media sosial. Sebab, salah satu atau semua pihak yang terlibat dalam kejahatan, baik itu korban, tersangka atau saksi, memiliki akses ke media sosial.
Kini, kecil kemungkinan orang tidak bermedsos. Fakta, foto, video, dan orang terpublikasi secara online, tanpa paksaan. Sukarela. Itu memudahkan tugas polisi.
Mike Bires: "Saya baru-baru mengetahui, bahwa ACLU (American Civil Liberties Union) sudah menggunakan perangkat lunak pemantauan media sosial. Dari situ mereka memantau, apa yang sedang dibicarakan orang secara online.
Walaupun, ada juga hoaks. Ada saja orang iseng atau sengaja, mempublikasi suatu kebohongan. Jumlahnya juga cukup banyak.
Tapi, polisi sana menggunakan medsos hanya sebagai info. Yang kemudian dibahas, didalami. Lama-lama mereka hafal, mana yang hoaks mana yang fakta.
Bahkan, ACLU sudah menggunakan aplikasi untuk memantau medsos. Bukan lagi orang (polisi). Dan, aplikasi itu sudah dilengkapi teknologi artificial intelligence (AI). Yang otomatis memilah, hoaks dengan fakta. Bahkan, penggunaan AI sudah lebih jauh lagi.
Sumber: