IKN Mendongak
Bisa hampir 2 jam. Terlalu jauh. Tidak bisa diterima.
Presidennya sendiri —entah siapa nanti— memang bisa naik helikopter. Layak. Tapi para duta besar tentu keberatan —terutama dari negara sekelas Senegal.
Pilihannya: melebarkan jalan lama itu. Menambah satu jalur lagi di kiri. Juga satu jalur lagi di kanan. Sekalian memperbaiki infrastruktur daerah. Agar berkah IKN ikut dinikmati rakyat setempat —yang ternyata begitu dekatnya dengan IKN.
Apalagi jalan raya jurusan Samarinda-Banjarmasin itu menjadi empat lajur. Berkahnya mengalir sampai jauh: sampai Banjarmasin.
Tapi, itu, hanya akan menolong percepatan 30 menit. Masih terlalu lama untuk ke suatu ibu kota negara besar seperti Indonesia.
Pilihan lain: membuat jalan tol baru. Dari exit Samboja. Ke IKN. Tidak panjang: sekitar 35 km. Tapi harus dengan uang negara. Belum menarik bagi investor biasa. Kecuali Sang Investor mendapat sweeter di proyek lain.
Hanya saja, Anda sudah tahu, jalan tol baru itu hanya membawa berkah untuk investornya.
Pilihan berikutnya: langkah yang sangat besar. Yakni membangun tol layang di atas pantai Balikpapan. Dari bandara Sepinggan, melengkung sampai dekat Kampung Baru.
Langsung nyambung ke jembatan di atas laut. Melengkung tinggi di atas Teluk Balikpapan. Semua berstatus jalan tol. Begitu turun jembatan tol-nya bisa berakhir. Sudah nyambung ke jalan lama poros Banjarmasin-Samarinda. Dari arah berlawanan menuju Sepaku.
Ini akan bersejarah.
Jalan tol di atas laut itu —dan jembatan panjang di atas teluk itu— tidak harus pakai uang negara. Proyek itu bisa dibangun secara komersial. Sudah ada peminatnya. Sudah ada kajiannya. Sudah ada desain teknisnya. Semua izin daerah pun sudah pernah selesai.
Persoalan yang muncul, kala itu, tinggal satu: harus berapa meter tinggi jembatan. Yang melengkung di atas Teluk Balikpapan itu. Jangan sampai mengganggu kapal yang lewat di bawahnya.
Itulah yang dulu menghambat. Proyek itu pun tidak terlaksana.
Di dalam Teluk Balikpapan itu memang ada pelabuhan besar. Sebagai pengganti pelabuhan lama di dalam kota. Di dekat kilang-kilang minyak Pertamina. Yang sudah tidak bisa dikembangkan lagi itu.
Investornya, kala itu, merencanakan setinggi 45 meter. Dianggap lebih dari cukup. Itulah desain yang ekonomis. Itu sudah tinggi sekali.
Sumber: