Kerangkeng Orang dan Hewan Langka
Kerangkeng Hewan Langka
Dua perkara belum diadili, di rumah Terbit ditemukan tujuh hewan langka yang dilindungi. Itu hasil temuan aparat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
Plt Kepala BKSDA Sumatera Utara, Irzal Azhar kepada wartawan mengatakan:
"Kegiatan penyelamatan berupa evakuasi didasarkan atas informasi KPK kepada KLHK tentang adanya satwa liar dilindungi yang berada di rumah Bupati Langkat nonaktif."
Tujuh hewan langka yang dikerangkeng di rumah Terbit, adalah ini:
Seekor orangutan Sumatera (Pongo Abelii) jantan. Seekor monyet hitam Sulawesi (Cynopithecus Niger). Seekor elang brontok (Spizaetus Cirrhatus). Dua ekor jalak Bali (Leucopsar Rothschildi). Dua ekor beo langka (Gracula Religiosa).
Semua hewan sudah disita pihak KLHK.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Subhan kepada pers, Kamis (9/6) mengatakan:
"Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menetapkan TRP, Bupati Langkat nonaktif, sebagai tersangka atas kepemilikan satwa yang dilindungi."
Terbit disangka melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
Kasus Lain
Ketika penyidikan kasus kerangkeng manusia, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) ikut mendampingi para saksi dan korban, serta keluarga korban yang tewas.
Ternyata ada dugaan pelanggaran hukum juga di sini. Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo kepada pers mengatakan:
"Ada upaya pembungkaman saksi korban pada kasus kerangkeng manusia di Langkat oleh tersangka (Terbit). Diduga, tersangka memanfaatkan situasi korban yang terlilit utang. Caranya, membayarkan utang saksi atau mengatasi kebutuhan ekonomi saksi, termasuk menawarkan sejumlah uang, bahkan kendaraan."
Antonius mengingatkan, jika terbukti ada pembungkaman saksi, maka tersangka Terbit diancam pidana UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Sumber: