Kapolri Akan Umumkan Kasus Yosua, Termasuk Otak Pembunuh?

Kapolri Akan Umumkan Kasus Yosua, Termasuk Otak Pembunuh?

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag

Filename: frontend/detail-artikel.php

Line Number: 116

Backtrace:

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort

File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view

File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once

Bahwa sudah tiga kali Presiden Jokowi berkata ke publik, agar kasus ini diungkap terang-benderang. Jangan ditutupi. Karena ini menyangkut kepercayaan publik terhadap Polri, juga terhadap pemerintah. Dan, belum pernah terjadi, Presiden RI bicara tiga kali untuk kasus yang sama.

Begitu alot dan lama, proses pengungkapan kasus ini. Membuat nurani masyarakat berpihak ke posisi Brigadir Yosua. Meski belum diketahui pasti, apa kesalahan Yosua.

Kalau masyarakat berpihak ke Yosua (ini uniknya) masyarakat akhirnya berpihak ke Bharada E. Yang sudah mengawali pengungkapan kasus ini. Walaupun ia sekaligus juga mengawali penembakan terhadap Yosua (seperti pengakuannya).

Kasus ini perkara hukum yang unik. Belum pernah terjadi sebelumnya. Memang, setiap perkara hukum punya keunikan. Tapi keunikan-keunikan yang nyaris seragam. Sedangkan kasus ini beda dari yang ada.

Justice Collaborator (JC) adalah saksi, yang bisa juga pelaku kejahatan. Jika pelaku kejahatan bertindak jadi JC, syaratnya adalah, mengakui kesalahannya. Dengan begitu, berarti ada pelaku lain yang sulit diungkap, tanpa kesaksian BC.

Tersangka, atau setelah diadili jadi terdakwa, jika menjadi BC, maka mendapatkan hadiah pengurangan masa hukuman. Sebagai imbalan buat kesaksiannya.

JC didukung Peraturan Bersama yang ditandatangani Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua LPSK tentang perlindungan terhadap tiga pihak: Pelapor kejahatan, Whistle Blower, dan Justice Collaborator.

Peraturan itu diadopsi dari 37 UNCAC 2003, yaitu pasal 26 United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime 2000. Itu diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009.

Kriteria untuk menjadi JC tercantum dalam SEMA No. 4 tahun 2011 pada Angka (9a) dan (b) dan keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM, yaitu digunakan dalam mengungkap tindak pidana yang luar biasa atau terorganisir.

Kasus ini, meski jadi drama heboh di masyarakat, belum tentu digolongkan 'luar biasa'. Juga, walaupun di kasus ini ada 25 polisi dinyatakan menghambat penyidikan, belum tentu masuk katagori 'teroganisir'.

Penentunya adalah Menkum HAM, Jaksa Agung, Kapolri, dan LPSK.

Tapi dengan sikap LPSK berniat mendatangi Bharada E di tahanan Bareskrim, berarti menganggap kasus ini luar biasa.

JC awalnya (1950-an) digunakan untuk mengungkap korupsi mafia di Amerika. Kemudian berkembang, diterapkan di berbagai jenis kejahatan. Ditiru seluruh dunia.

Peneliti mafia, Mary Jane Schneider, dalam karyanya "Fifty Years of Mafia Corruption and Anti-mafia Reform", menyebutkan, mafia adalah organisasi bawah tanah yang muncul di Amerika di awal abad ke-19. Para pelakunya orang Italia.

Istilah yang digunakan mafioso (anggota mafia) yang terkenal waktu itu (1950-an) adalah 'intreccio'. Artinya, lilitan rambut yang dikepang. Saling belit-membelit.

Sumber: