Dari Serial Netflix Terpopuler Pekan Ini
Guru besar ini juga membuat ‘kepala saya besar’; memercayai saya memproduksi asap itu, dalam bentuk rokok. Rokok sehat. Bukan yang sekadar dilumuri doa. Atau sekadar ditambah rempah. Ini ilmiah. Hasil penelitiannya yang dilakukan lebih dari 15 tahun, bersama senior yang sangat dihormatinya; Dr Gretha Zahar. Banyak pemikiran Dr Gretha Zahar. Termasuk balur. Sampai tercipta rokok sehat ilmiah ini.
Rokok sehat itu, bahan baku utamanya tetap tembakau. Diolah menjadi anti oksidan. Sesungguhnya tembakau murni memanglah anti oksidan. Itu sebabnya, masa itu, dalam Gadis Kretek, tidak ada yang sakit karena rokok. Setting waktu serial itu masa kolonial sampai sekitar tahun 1965. Industri kretek sedang menuju kedigdayaannya. Sejarah mencatat, kretek mulanya adalah untuk menyembuhkan sakit batuk.
Setelah tembakau diolah dan mampu menjadi anti oksidan, ditambahkan asam amino yang berfungsi sebagai scavenger alias pemulung, bertugas memunguti radikal bebas di dalam tubuh. Lalu dibakar. Asap nanonya yang lembut itulah, meluruhkan radikal bebas. Keren. Seorang wanita dari golongan/trah Brahmana, di Karang Asem, Bali; Ida Ayu Danik Suardhani, fanatik terhadap rokok ini. Dia terserang lupus. Hidupnya demikian lemah di atas kursi roda. Pita suaranya pun hilang. Sampai kemudian dia mengonsumsi rokok itu. Prof Sutiman bersama tim mengajarinya merokok sehat itu. Disambanginya di Bali. Juga dirawat di Rumah Sehat Malang oleh tim. Sembuh. Rumah Sehat yang berada di kompleks Universitas Malang itu, merawat siapapun saja yang membutuhkan. Dengan cara balur. Tentu saja juga dengan asap nano itu; merokok.
Sang Hyang Widi, kata Ida Ayu Danik Suardhani, menyembuhkan dirinya melalui rokok sehat itu. Dia kini sudah naik gunung lagi. Berlari pagi lagi. Dan doyan bercengkerama lagi, karena dia adalah seniman sekaligus pendaki gunung.
“Satu kampung di Karang Asem, terutama seluruh keluarga saya, sekarang ikut merokok ini,” kata Mbak Danik, sapaan akrabnya, sambil menghisap dalam-dalam asap nano itu. Persis seperti Dasiyah, putri Pak Idroes (Rukman Rosadi), pemilik imperium kretek merk Gadis pada Gadis Kretek itu. Dasiyah, alias Jeng Yah (Dian Sastrowardoyo), --yang memperjuangkan emansipasinya sebagai peracik saos dan pengelola pabrik milik keluarganya itu-- tidak pernah putus menghisap rokok. Dalam-dalam. Menggambarkan keseriusan bekerja dan meracik saos. Di dalam film. Mbak Danik juga tidak pernah putus menghisap asap rokok nano. Dalam dalam. Dalam kehidupan nyata.
Pemikiran Dr Gretha Zahar yang terkait dengan Teknik balur ini, diperdalam melalui riset-riset akademik oleh Prof Sutiman. Mulai balur sampai rokok sehat itu. Tentang rokok sehat, telah lama dibukukan, berjudul; Divine Kretek Rokok Sehat. Ditulis dan kolaborasi para tokoh; Kang Sobary, Fahmi Idris, Kusnanto Anggoro, Ferry Mursidan Baldan, Ratna S, Vicky Burki, Erry Riyana Hardjapamekas, Sinuhun Tedjowoelan, Agus Melaz, FS Soewantoro, dr Subagjo, Ala Lisenko Sulistyono dan lainnya. Prof Sutiman juga rajin menulis buku. Karya terakhirnya; Manfaat Sains Dalam Beragama.
Memproduksi rokok pada masa Gadis Kretek dengan masa sekarang, berbeda. Tapi intriknya sama. Di dalam usaha, ada saja yang licik. Saling mengintip. Saling membunuh. Setidaknya mencoba menghalangi. Oknum aparat dilibatkan. Ada yang melibatkan diri dan menakut-nakuti. Dulu, seperti nasib Pak Idroes di tahun 65-an itu, namanya dimasukkan sebagai “orang dari partai merah” oleh Pak Djagat, kompetitornya yang dekat aparat. Soedjagat selalu kalah dengan Pak Idroes. Ada bunga mawar yang menyiratkan, istri Idroes pun, di masa lajang, disukai Djagat. Tapi luput. Mawar itu menjadi rahasia, yang dikirim Djagat kepada istri Idroes, Roemaisa (Sha Ine Febriyanti). Mawar itu lalu menginspirasi Jeng Yah menjadi bagian dari aroma saos rokok merk Gadis. Rokok ini sukses. Djagat lagi-lagi kalah. Lalu cari jalan pintas, memfitnah. Oleh fitnah Djagat itu, Pak Idroes diciduk aparat. Dipopor bedil. Tewas. Jeng Yah ditahan tanpa pengadilan. Pacarnya bernama Soeraja, yang andal mengurus usaha rokok Pak Idroes, dikawinkan dengan anak Pak Djagat; Purwati.
Masa sekarang, bikin rokok direpotkan oleh aturan yang demikian ketat. Stigma rokok membahayakan –karena sebagian industri memang salah ambil jalan pintas dengan saos-saos kimia— harus disematkan terhadap jenis rokok apapun. Tembakau dari daun talas pun, tetaplah bahaya. Isinya rempah, jinten dan habatussaudah pun, tetap bahaya. Teks pada bungkus diperiksa cermat kata demi kata. Kadang yang ini boleh, yang itu tidak. Tergantung penafsir undang-undang. Butuh waktu yang tidak terukur. Apalagi kalau mencoba protes. Saya butuh dua bulan lebih untuk itu. Yang aman, mengalah sambil terus berusaha. Kebenaran pasti akan menemukan jalannya.
Sumber: