Namun, tidak demikian dengan para ibu ahli waris korban Tragedi Kanjuruhan. Ibu-ibu itu masih terus menangis karena penanganan tragedi yang tidak tuntas.
Mereka yang bertanggung jawab terhadap tragedi ini tidak dihukum secara setimpal. Para operator lapangan dihukum ringan.
Ahmad Hadian Lukita, direktur Liga Indonesia Baru yang bertanggung jawab terhadap pertandingan, sampai sekarang tidak diadili. Iwan Budianto sebagai owner Arema FC tidak tersentuh hukum.
Ibu-ibu itu pasti mewakili kesedihan dan kepedihan hati ratusan keluarga korban. Mereka menuntut agar tragedi diusut tuntas, dan rencana renovasi atas Stadion Kanjuruhan dibatalkan.
Mereka tidak ingin nantinya puluhan ribu suporter sepak bola berjingkrak-jingkrak dengan penuh sukacita di atas kuburan 135 nyawa anak-anaknya.
Sayangnya upaya unjuk rasa itu digagalkan aparat, sehingga Jokowi tidak mendengar aspirasi keluarga korban. Betapa pedih hati para ibu itu menyaksikan Jokowi dan Erick Thohir berlalu dengan gelak tawa.
Perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa. Itulah yang selalu diingatkan oleh budayawan Milan Kundera.
Ia menulis novel ‘The Book of Laugher and Forgetting’ atau Kitab Gelak Tawa dan Lupa yang menggambarkan keangkuhan kekuasaan terhadap penderitaan rakyat.???