Gunung Poso

A PHP Error was encountered
Severity: Warning
Message: array_multisort(): Argument #1 is expected to be an array or a sort flag
Filename: frontend/detail-artikel.php
Line Number: 116
Backtrace:
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/views/frontend/detail-artikel.php
Line: 116
Function: array_multisort
File: /var/www/html/ameg.disway.id/application/controllers/Frontend.php
Line: 561
Function: view
File: /var/www/html/ameg.disway.id/index.php
Line: 317
Function: require_once
Kini Ustad Yasin di tahanan polisi di Jakarta.
Farid dan Kapolda Baso melakukan operasi teritorial. Istri Yasin, yang menggantikan suami sebagai pimpinan pesantren, sudah setuju ideologi di pesantren itu diubah.
Prinsip Farid, semua kombatan bersenjata harus ditangkap. Kalau melawan ditembak.
Tapi operasi militer itu harus dibarengi dengan operasi teritorial.
"Saat itu kami tidak henti-hentinya menyerukan agar mereka menyerahkan diri," ujar Farid. "Kita sampai mengirimkan rekaman suara istri mereka, agar mereka pulang. Dijamin tidak ditembak," ujar Farid. "Kita kirim juga rekaman suara anak-anak mereka. Tetap tidak menyerah," tambah Farid.
Ke mana rekaman dari istri dan anak itu dikirim?
"Mereka punya aplikasi khusus di Telegram. Kita unggah ke sana," ujar Farid.
Maka begitu Farid diangkat jadi Danrem Sulteng, ia bertekad harus bisa menuntaskan operasi di Poso. Ia kenal baik Kapolda Sulteng saat itu: Abdul Rahman Baso. Sampai saat itu TNI belum terlibat penuh di Poso. Tapi persahabatan Farid-Baso membuat kerja bisa tuntas. Konsep penuntasan Poso dari Farid pun disetujui Pangdam Merdeka di Manado. Juga disetujui Mabes TNI dan Mabes Polri.
Poso pun kini sudah terbebas dari kombatan bersenjata.
Penuntasan operasi Poso itu segera dibukukan. Farid menilai peran Kapolda Baso saat itu sangat besar. Juga peran Kapolda sebelumnya: Irjen Pol Syafril Nursal. Termasuk satuan-satuan TNI-Polri yang ada di dalamnya.
Salah satu adegan dalam operasi pemungkas itu sangat dramatis. Yakni ketika pasukan sudah mengepung tenda-tenda kelompok Ali Kalora. Gunung itu sangat tinggi. Gelap. Dingin. Pasukan harus merangkak di kegelapan. Mereka harus mendekati tenda kombatan. Harus pakai kaca mata pengintai.
Entah kenapa kaca-mata-malam-hari pasukan itu mati. Begitu gelap. Mereka harus terus merangsek dalam gelap. Ketika alat pengintai itu tiba-tiba berfungsi pasukan bisa melihat lagi di kegelapan. Kaget.
Ternyata sudah terlalu dekat ke tenda yang diincar.
Tapi momentum penyergapan belum tiba. Pasukan itu harus menunggu komando. Sambil harus mematikan diri di semak-semak. Tak lama kemudian ia melihat ada anggota kombatan yang keluar tenda.
Orang itu berjalan menuju arah pasukan yang mematikan diri. Pasukan itu pun terkena percikan air kencing. Dua kali.
Sumber: