Bukan Gugat
"Sistem politik kita juga belum menjadikan perguruan tinggi sebagai sokoguru kehidupan bernegara berbangsa. Perguruan tinggi tidak lebih mengambil peran sebagai lembaga training kelas pekerja di masa depan," katanya.
Animo masyarakat terhadap isu-isu akademis sangat minim. "Akhirnya pendidikan tinggi hanya dilihat sebagai satu fase jenjang karir. Tanpa melihat urgensi pencapaian intelektual sebagai bagian dari tugas kependidikannya," katanya.
Biiznillah, 43 tahun, kini dosen di almamaternya. "Saya kawin dengan orang Bengkulu. Jadilah menetap di sini," katanya.
Tesis S-2 nya berjudul Transendensi Moralitas dalam Ateisme. Itu di Islamic College For Advanced Studies (ICAS) Jakarta, program kerja sama ICAS London dan Universitas Paramadina. Kini Biiznillah menempuh S-3 dengan rencana disertasi Problem Eksistensi Jiwa dalam Khazanah Filsafat Islam.
Saya pun titip pertanyaan kepadanya: apakah khusyuk itu gejala jiwa atau gejala agama. Mengapa ada orang mudah khusyuk, sampai menangis-nangis dan mengapa ada yang sulit.
Begitu banyak tanggapan akan rendahnya reputasi perguruan tinggi kita. Tapi ilmuwan jenis Indro Cahyono tidak peduli dengan semua itu. Ia juga membaca rendahnya reputasi internasional seperti yang ''digugat'' Prof Mikrajuddin Abdullah dari ITB (Disway kemarin).
Ahli virus ini jenis ilmuwan cuek. Baginya: gelar, prestise, ego, dan insentif material itu tidak penting. Ia jenis peneliti yang berorientasi pada kemanfaatan penelitian untuk masyarakat lokal.
Jadi ''gugatan'' Prof Mikra itu sebenarnya sudah banyak dibahas. Dari tahun ke tahun. Sejak lama sekali. Hasil diskusi, rapat kerja dan seminar mengenai reputasi perguruan tinggi itu sudah berlebih-lebih. Setiap tahun terbit pula buku putih dari Majelis Penelitian Dewan Pendidikan Tinggi. Ada lagi Majelis Pendidikan dan Pengembangan. Dibuat terus. Diterbitkan terus. Dikirim terus ke Kemendikbud. Bukan baru. Sudah sejak hampir dua puluh tahun lalu.
Jadi, mengapa di antara anggota G20 perguruan tinggi kita paling rendah mutunya, jawabnya lengkap ada di sana.
Jadi sudah tidak perlu didiskusikan lagi. Juga tidak perlu ditulis di Disway ini lagi. (*)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Mikra Gugat
mzarifin umarzain
Karena Mikra Gugat nyinggung ITB, saya jadi nostalgia dg ITB. Karena saya pernah seachad kuliah di ITB. Ketemu putera2 terbaik se Indonesia. ada yg bilang dia bintang pelajar Jatim, dari Malang: ada yg bilang diterima di kedokteran UI, ibu nya nyuruh milih kedokteran UI, tapi dia milih sipil itb. saat kuliah, ada teman dari Bali, yg tanpa disuruh, selalu nyiapkan keperluan kelas, kapur, membersihkan papan tulis. sebelum nya diplonco, saya & teman keturunan cina dari Palembang, pernah disuruh oleh senior, ngitung dg batang korek api, lantai sekitar 5 m, dari arah berlawanan, harus sama, kebetulan hasil nya sama. sempat ikuti grup paduan suara, grup pencak Setia Hati. semoga ITB selalu pelopori kemajuan teknologi Indonesia, sukses, berbarokah.
Mbah Mars
Sumber: