Bukan Gugat

Bukan Gugat

Yang indeks prestasinya 3,50: ke atas=cumlaude. Yg IP nya kurang dari 2,75= kemelut. Yg cumlaude jadi dosen dan pegawai. Yg kemelut melamar pekerjaan di mana-mana ditolak. Akhirnya berwiraswasta sebisanya. Hidup tetap harus jalan kan ? Saat reuni. Para cumlaude datang dengan mobil kAVANZAh. Hasil kreditan. Si kemelut gagah dengan Pajeronya. Untuk biaya reuni si cumlaude membayar sesuai batas minimal iuran yg disepakati. Tak terduga semuanya telah dibayar oleh si kemelut. Itulah kisah yang sering terjadi.

Er Gham

  1. Yang pintar, biasanya ditawarin jadi dosen. 2. Yang biasa aja tapi rajin, cocok jadi karyawan. Yang khawatir (takut) pas pensiun, nglamar jadi ASN. Sisanya ke swasta. 3. Yang gak suka kuliah, gak suka neliti, ga suka diatur, punya gaya nekad, cocok wirausaha. Syukur2x masuk forbes 500.

Antonius Anang

universitas di indonesia, gedung rektoratnya mentereng laboratoriumnya menyedihkan..

LiangYangAn 梁楊安

Indonesia jauh lebih baik (lebih unggul) dalam hal "science research" jika dibandingkan dengan negara-negara Ethiopia, Kenya, Nigeria, Uganda, Ghana dan Botswana ; dengan indikasi "number of scientific publications (2020)". 1. China : 744.042 2. Amerika : 624.554 3. Inggris : 198.500 4. India : 191.590 5. Jerman : 174.524 19. Indonesia : 49.160 50. Nigeria : 13.282 63. Ethiopia : 6.141 71. Ghana : 4.189 72. Kenya : 4.110 83. Uganda : 2.259 108. Botswana : 800

alasroban

Bagi para politisi gelar itu penting. Lihatlah dalam pesta demokrasi 5 tahunan. Foto caleg tersebar di mana-mana lengkap dengan gelarnya. Meski gelarnya kadang tak nyambung dengan capabilitasnya. Wkwkwkwk,…

joko purnomo

Negeri ini mayoritas muslim tapi cara pendidikannya jauh dari cara muslim Andai kita terus mengikuti cara mereka(barat), kita akan terus dibelakang. Contohlah cara muslimin dahulu dalam menyiapkan sebuah generasi terbaik Belajar di masjid (tempat terbaik) karena semakin banyak santrinya maka dibuat sekat/partisi, Kalau sekarang ruang kelas. Itulah Al-Qarawiyyin letaknya di negara Maroko di kota Fes, dan sekarang diakui menjadi universitas pertama didunia. Universitas itu dibangun oleh 2 orang wanita kakak beradik yang namanyi Fatima Al-Fihri dan Mariam Al-Fihri. menariknya universitas itu dibiayai melalu "Dana Wakaf" Sampai hari ini universitas itu tetap berjalan, di bangun tahun 859 Masehi, itu artinya kampus itu sudah berumur 1163 tahun Begitulah dunia pendidikan dibiayai melaku dana wakaf (wakaf produktif), dan sekarang dicontoh oleh universitas-universitas terkemuka didunia. Seperti Harvard University memiliki dana wakaf (35,8 milyar USD), Stanford university (21,4 milyar USD), Massachusetts institute of technology(12,4 milyar USD), University of Cambridge ( 5,8 juta poundsterling) Dinegeri ini berapa kira-kira dana wakaf di kampus seperti UI, ITB, UGM…? Kita berprasangaka baik saja mudah-mudahan dengan kita berprasangka baik itu awal yang baik untuk dunia pendidikan di negeri ini.

Pryadi Satriana

Dalam "Mikra Gugat" pendidikan tinggi kita "disetarakan" dg di Botswana. Anda belum tahu: The University of Botswana adalah perguruan tinggi pertama di Botswana, berdiri tahun 1982! Lha kok Dahlan Iskan 'ngintil' Mikra yg "menyetarakan" kualitas pendidikan tinggi kita dg Botswana. Saat baru ada perguruan tinggi di Botswana, Indonesia sudah menghasilkan lebih dari seribu doktor. Dari sekadar melihat pemeringkatan perguruan tinggi aja Mikra mengambil kesimpulan sembrono seperti itu, sama aja seperti Dahlan yg 'gumun' dg Scopus index Ade Armando yg "cuma segitu". Ojo kagetan, ojo gumunan. Rupanya Prof. Mikra & Prof. Dahlan harus lebih banyak membaca untuk memperluas wawasan mereka. Selamat membaca. Salam. Rahayu.

Dodik Wiratmojo

Ada yang mengaku bisa sampai 18 atau 20 persen, tapi begitulah marketing, mirip pepatah dr negri xxxxx berbohonglah supaya untung banyak… Padahl abah sering memuat orang2 hebat di negri ini, kenapa (kampus) ga ngajak beberapa aja jadi dosen, dikasih gelar profesor pun pantas karena ilmunya beneran dan teruji, setahu saya banyak dosen dosen muda yang diberi proyek penelitian sampai ratusan juta nilainya, ternyata ga ngefek juga ya, mgkn blm profesor

Pryadi Satriana

Sumber: